Minggu, 24 April 2011

Psikologi Dewasa dan Usia Lanjut

Review Film “Motherhood”
Film ini menceritakan tentang seorang ibu rumah tangga bernama Eliza K. Welch (Uma Thurman) dan mempunyai dua orang anak yaitu Clara (Daisy Tahan) dan Lucas (David dan Matthew Schallipp). Eliza Welch sebenarnya adalah mantan penulis fiksi, namun ia memilih menjadi seorang ibu rumah tangga. Kegiatannya sehari-hari mengurus segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan & keberlangsungan rumah tangga. Dari mengurus makanan, kebersihan, melipat baju, belanja, mengantar jemput anak,  mengajak jalan-jalan anak, dan masih banyak lagi, seperti ibu-ibu rumah tangga lainnya. Sementara suaminya, (Anthony Edwards) selalu sibuk dan jarang berada di rumah. Hal ini menumbuhkan sudut pandang yang berbeda terhadap hidup dikarenakan situasi yang kerap menekan.
Suatu hari, menjelang persiapan perayaan ulang tahun anaknya yang ke-6,  Eliza menemukan sebuah pengumuman lomba penulisan  "motherhood", pendapatnya mengenai “arti menjadi seorang Ibu”,  tapi batas terakhir pengumpulannya hanya tinggal menghitung hari. Karena tak bisa benar-benar meninggalkan dunianya, menulis, Eliza lantas memilih menuangkan pikirannya dalam situs miliknya. Disinilah Eliza harus berhadapan dengan berbagai situasi yang serba menekan. Diantara kewajibannya mengurus keluarganya, termasuk kebutuhan ulang tahun anaknya dan keinginannya mencuri waktu untuk menyelesaikan tulisannya.
Eliza harus bisa menyisihkan sedikit waktu untuk menulis di sela-sela kesibukannya merawat kedua anaknya dan itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Suami Eliza sepertinya tak memahami keinginan Eliza ini dan tak berbuat banyak untuk membantu sang istri. Hal ini disebabkan keduanya sama-sama sibuk dan jarang memiliki waktu untuk bersama, berkomunikasi, sehingga sempat menimbulkan kesalahpahaman di antara keduanya. Di sisi lain, meskipun tak merasa keberatan dengan tugasnya sebagai ibu, Eliza merasa bahwa ia butuh sebuah pengakuan tentang keberadaannya sebagai manusia.
Eliza tak sadar bahwa sebenarnya yang ia perlukan hanyalah melihat ke dalam dirinya dan menentukan apa yang sebenarnya sangat berarti buat dirinya. Akhirnya, saat Eliza bersiap untuk mendefinisikan arti menjadi ibu, ia baru tersadar bahwa selama ini ia telah memiliki segalanya, suami yang mencintainya, dua anak yang sangat ia sayangi. Dan itulah yang ia perlukan untuk mendefinisikan arti menjadi seorang ibu.
   
Usia Dewasa Tengah
Di masa dewasa tengah, sebuah tantangan penting adalah untuk mengembangkan perhatian yang tulus untuk kesejahteraan generasi masa depan dan untuk berkontribusi pada dunia melalui keluarga dan pekerjaan.
Di masa dewasa tengah, menurut Erikson, masalah ini secara generatif (komitmen untuk dan merawat generasi berikutnya) vs stagnasi. Usia dewasa tengah (35-60) umumnya adalah tahap yang paling kuat dalam kehidupan dalam hal kapasitas produktif, mempengaruhi orang lain dan dampaknya terhadap masyarakat secara umum.
Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat (Mc Adams, 1990). Orang dewasa generatif mengembangkan warissan diri yang posif dan kemudian memberikannya sebagai hadiah pada generasi berikutnya. Orang dewasa tengah baya mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda (Kotre, 1984). Sebaliknya, stagnasi (disebut juga “penyerapan-diri”) berkembang ketika individu merasa bahwa mereka tidak melakukan apa-apa bagi generasi berikutnya.
Menurut Roger Gould (1975, 1978, 1980, 1994), paruh kehidupan adalah sama bergejolaknya dengan masa remaja, dengan pengecualian bahwa selama masa dewasa tengah usaha untuk menangani krisis mungkin akan menghasilkan kehidupan yang lebih bahagia dan lebih sehat. Dia percaya bahwa dalam usia 20-an, kita menerima peran-peran baru, dalam usia 30-an kita mulai merasa terjepit dengan tanggung jawab kita, dan dalam usia 40-an kita mulai merasakan perasaan urgensi bahwa hidup kita cepat berlalu.
Sedangkan menurut Daniel Levinson (1978, 1980) dalam The Season of Man’s Life, usia 20-an sebagai novice phase (fase orang baru) dari perkembangan orang dewasa. Novice phase adalah waktu untuk eksperimentasi yang bebas dan waktu untuk menguji impian di dunia nyata. Kira-kira pada usia 28 sampai 33 tahun, individu mengalami periode transisi dimana ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius.
Lalu pada usia 30-an, individu biasanya berfokus pada keluarga dan perkembangan karir. Pada tahun-tahun berikutnya pada periode ini, individu memasuki fase Becaming One’s Own Man (atau BOOM, Menjadi diri Sendiri). Sedangkan usia 40, individu telah mencapai tempat yang stabil dalam karirnya dan sekarang harus melihat ke depan pada jenis kehidupan yang akan dijalaninya sebagai orang dewasa usia tengah baya.
Menurutnya, perubahan ke masa dewasa tengah berlangsung kira-kira 5 tahun dan mengharuskan orang dewasa untuk berusaha mengatasi empat konflik utama yang telah ada dalam kehidupannya sejak masa remaja: (1) menjadi muda vs. menjadi tua, (2) menjadi destruktif vs. menjadi konstruktif, (3) menjadi maskulin vs. menjadi feminism, dan (4) terikat pada orang lain vs. terlepas dari mereka.
Tujuh tugas utama di tahun-tahun tengah menurut Robert Havighurst:
menerima dan menyesuaikan terhadap perubahan fisiologis, seperti menopause
mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam pekerjaan seseorang
menyesuaikan diri dan mungkin merawat orang tua penuaan
membantu anak-anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
mencapai tanggung jawab sosial dan kemasyarakatan dewasa
berkaitan dengan pasangan seseorang sebagai pribadi
mengembangkan kegiatan waktu luang
Sebagai orang dewasa, tidak hanya harus belajar bagaimana bekerja dengan baik, tetapi kita juga perlu belajar bagaimana untuk bersenang-senang dan menikmati waktu luang. Aristoteles mengenali pentingnya waktu luang dalam kehidupan, bahkan menekankan bahwa kita seharusnya tidak hanya bekerja dengan baik, tetapi menggunakan waktu luang dengan baik. Ia pun menggambarkan waktu luang sebagai hal yang lebih baik, karena hal ini adalah akhir dari kerja.
Waktu luang (leisure) merujuk pada waktu yang menyenangkan setelah bekerja ketika individu bebas untuk mengikuti aktivitas dan keinginan yang mereka pilih sendiri. Waktu luang mungkin merupakan aspek penting yang khusus dari masa dewasa tengah, karena perubahan pengalaman beberapa individu pada titik ini berada dalam lingkaran kehidupan orang dewasa. Perubahan meliputi perubahan fisik, perubahan hubungan dengan pasangan dan anak-anak, dan perubahan karir. Bagi banyak individu, masa dewasa tengah adalah saat pertama kali dalam hidup ketika mereka memiliki kesempatan mengembangkan minat mereka.
Membangun dan memenuhi aktivitas-aktivitas waktu luang pada masa dewasa tengah adalah bagian yang penting dari persiapan ini. Jika seorang dewasa mengembangkan aktivitas-aktivitas waktu luang yang dapat dilanjutkan sampai pensiun, peralihan dari kerja ke pensiun mungkin tidak terlalu menyebabkan stress.
Analisis Film “Motherhood” berdasarkan Masa Usia Dewasa Tengah
Eliza K.  Welch adalah seorang ibu rumah tangga, ia berusia 35 tahun. Ia termasuk dalam usia masa dewasa tengah. Sebagai ibu rumah tangga ia disibukkan dengan berbagai kesibukan mengurus rumah tangganya, mulai dari berbelanja, membereskan rumah, menyeterika, sampai mengurusi segala sesuatu yang diperlukan kedua anaknya dan suaminya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ericson bahwa tugas perkembangan pada masa dewasa tengah (35-60) yaitu mengembangkan generatifitas, berkomitmen untuk dan merawat generasi berikutnya. Pernyataan ini juga dudukung oleh Mc Adams (1990) bahwa melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.
Mengutip dari pernyataan Daniel Levinson (1978, 1980), usia 30-an merupakan masa dimana individu biasanya berfokus pada keluarga dan perkembangan karir. Disini Eliza mengalami sedikit tekanan, menurut saya, yaitu dimana ia harus melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga dan di sisi lain ia sebenarnya ingin tetap menulis. Karena itu ia selalu meluangkan waktunya di sela-sela kesibukannya untuk menulis di situs blog miliknya.
Sebagai seorang dewasa, Eliza juga pasti membutuhkan waktu luang (leisure), seperti yang terdapat dalam pernyataan di atas, dimana waktu luang merupakan aspek penting yang khusus dari masa dewasa tengah. Hal ini disebabkan karena perubahan pengalaman beberapa individu pada titik ini berada dalam lingkaran kehidupan orang dewasa. Disini Eliza menyempatkan waktunya untuk dirinya sendiri dengan menulis di situs blog miliknya dan berbelanja bersama sahabatnya, Sheila. Namun sepertinya leisure yang ia miliki tak sebanding dengan kegiatan yang ia lakasanakan, hal ini dapat menimbulkan stress pada diri individu. Kurangnya komunikasi dan waktu bersama suaminya yang sama-sama sibuk sempat membuat kesalahpahaman di antara keduanya. Karena itulah leisure menjadi hal yang sangat penting bagi masa dewasa, bagi Eliza maupun Avery, sang suami.
Lalu pada tahun-tahun berikutnya pada periode ini, individu memasuki fase Becaming One’s Own Man (atau BOOM, Menjadi diri Sendiri), mungkin fase ini terdapat pada akhir film ini, yaitu ketika Eliza sudah memahami dirinya sebagai sosok seorang ibu. Dan ia sudah merasakan kebahagiaan/kepuasan sebagai dirinya tersebut bersama suami dan anak-anaknya yang mencintainya. Melalui keluarganya itulah ia dapat menyelesaikan tulisannya mengenai “motherhood”.

Rabu, 13 April 2011

Psikologi_Anak


Film “Ramona and Beezus”
Film ini menceritakan tentang kehidupan seorang gadis kecil Ramona Quimby (Joey King)  yang sangat cerdik (menurut saya) yang hampir selalu membuat orang di sekitarnya jengkel, apalagi Beezus (Selena Gomez),  namun ia sebenarnya tidak pernah berniat jahat. Beezus adalah kakak Ramona yang selalu kena getah dari ulah Ramona. Awalnya Beezus benci sekali pada adiknya ini namun akhirnya Beezus sadar kalau Ramona sebenarnya memang tak pernah berniat jahat, malahan sangat peduli dengan keadaan disekitarnya.
Bukan hanya sekali atau dua kali saja Ramona membuat jengkel Beezus. Hampir setiap kali ia berhubungan dengan Ramona maka bisa dipastikan hasilnya selalu merepotkan Beezus. Ramona sebenarnya hanyalah seorang gadis cilik yang penuh dengan imajinasi plus energi yang berlebihan dan kombinasi dari dua hal ini memang sudah bisa dibayangkan.  Di sekolahnya ia terlihat sanat berbeda dari teman-temannya,  Setiap ada tugas dari gurunya,  ia selalu memunculkan ide-ide yan sanat imajinatif dan berbeda,  namun sepertinya orang-orang disekitarnya terlihat kurang menyukai hal tersebut.
Tak ada yang mengira memang kalau ulah Ramona yang sering merepotkan ini bakal mampu menyelamatkan keluarganya dari perpecahan. Nyatanya, saat seluruh keluarga harus berusaha mati-matian mempertahankan rumah tinggal mereka, ulah Ramona yang usil juga yang akhirnya malah berhasil menyelamatkan rumah mereka.
Analisis film Ramona and  Beezus melalui teori kognitif (kreativitas)
Kreatifitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks, yang menimbulkan berbagai perbedaan pandangan.Sudut pandang para ahli terhadap kreativitas menjadi dasar perbedaan dari definisi kreativitas. Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya, kreativitas dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi:
·         kreativitas dalam dimensi personal, Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
“Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people” (Guilford, 1950 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001)
·         kreativitas dalam dimensi proses, Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).
Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif yaitu :
§  Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.
§  Inkubasi; adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik).
§  Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan.
§  Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.
·         Definisi Kreativitas dalam dimensi Press
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis.
The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”( Munandar, 1999)
Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru.
·         Definisi Kreativitas dalam dimensi Product
Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif.
Creativity is the ability to bring something new into existence”(Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001)
Sehingga dari uraian mengenai kreativitas di atas,maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, kreatifitas adalah kemampuan berpikir manusia yang dapat memunculkan ide/gagasan yang original, baru, inovatif dan juga bermanfaat.
Dan jika dikaitkan dengan teori kognitif tentang kreatifitas, gadis kecil dalam film ini terbilang kreatif, ia dapat memunculkan ide-ide yang sangat unik, original, dan mencari serta menemukan gagasan untuk memperoleh solusi bagi permasalahan-permasalahan disekitarnya. Apalagi diusianya yang masih kecil,  kekreatifitasannya masih sangat original.  Ia sangat peduli dengan situasi disekitarnya dan berusaha untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut dengan kemampuannya.  Dengan ide dan kemampuannya tersebut ia terus mencoba apapun yang dapat ia lakukan.
Seperti ketika mengetahui bahwa ayahnya dipecat,  dalam pemikirannya ia hanya mengetahui ayahnya akan dipecat yang berarti ayahnya akan tidak bekerja lagi dan tidak memperoleh uang dan ketika ia mendengar rumahnya akan di”ambil”,ia pikir rumahnya akan benar-benar ”diambil”. Dalam tahapan perkembangan usianya,middle childhood, ia hanya berpikir sebatas yang ia dengar dan ketahui, maka yang ia tahu adalah bagaimana caranya memperoleh uang. lalu akhirnya ia mulai bekerja menjual es, namun gagal, dan ia terus mencoba dan lalu ia mencoba menawarkan jasa cuci mobil, dan pada akhirnya meskipun bukan dari hasil ”kerja”nya itu ia dapat menyelamatkan rumah mereka, namun berkat usaha-usaha dan idenya tersebutlah ia berhasil menyelematkan rumah dan keluarganya.

Psikologi_Keluarga



PENGASUHAN TODDLER
(Carolyn Pope Edwards and Wen-Li Liu, Universitas Nebraska-Lincoln)
Periode umur antara infancy sampai early childhood (periode 18 bulan atau 2 tahun antara umur 12 dan 36 bulan) sering disebut toddlerhood.Toddlerhood tidak bisa dianggap satu tahap sendiri, maka setidaknya ini adalah fase transisi atau sub-tahap dari tahap perkembangan. Masih terdapat ketidakpastian apakah toddlerhood adalah satu tahap dari childhood.
Banyak teks pendidikan childhood di perkembangan awal dan di perkembangan lanjut (khususnya teks yang jarang dipengaruhi oleh perspektif psikoanalitik) tidak menyisakan satu bagian pun untuk mengulas toddler (Gardner, 1978). Beberapa teks terbaru masih mengikuti pola lama, dan membagi materi childhood-nya menjadi tiga periode, yaitu infancy, early childhood, dan middle childhood (Craig dan Kermis, 1995; Feldman, 2001; Santrock, 2000). Sebaliknya, meski begitu, teks baru lainnya mengikuti Stone dan Church (1973), dan menjelaskan periode infancy dan toddler secara terpisah (Dehart, Sroufe, dan Cooper, 2000; Newcombe, 1996). Lainnya menggabungkan, tapi tetap membaginya dalam dua subtahap, yaitu lewat judul “Infancy and Toddlerhood” (Berk, 1999; Papalia, Olds, dan Feldman, 1999). Ketika infant dan toddlerhood diperlakukan secara gabungan, umur batasan yang menandai transisi ke early childhood sering ditempatkan di tahun ketiga (24 bulan). Tapi ketika toddlerhood digunakan sebagai periode terpisah, umur batasannya bergerak ke arah tengah atau akhir dari tahun ketiga (30 atau 36 bulan).
Berikut beberapa perspektif teori klasik dan baru tentang perkembangan periode toddler:
PERSPEKTIF TEORITIK DARI PERKEMBANGAN TODDLER
Perspektif ilmiah menggunakan perspektif parental commonsense ini, dan bergerak ke luar dari ini dengan menghipotesiskan adanya perubahan struktural yang menjadi dasar dari pertumbuhan dan perkembangan anak. Dukungan, panduan dan struktur parental bisa membantau anak melewati periode toddler. Anak bisa merasakan beberapa tugas perkembangan yang nantinya menjadi agenda perkembangan anak dan menguras energi emosi dan interaksi anak. Masyarakat budaya bisa berbeda dalam tatanan dan timing tugas
perkembangan  dan juga dalam signifikansi yang diberikan pada setiap tugas saat mendeskripsikan maturitas anak, tapi tugas tersebut bisa dianggap universal. Meski pakar teori berbeda bisa menilai tugas ini dalam cara sedikit berbeda, tugas berikut, atau tema perkembangan berikut, diberi nama berdasarkan literatur yang ada:
1.            Otonomi dan independensi, atau kemunculan kapasitas agar berfungsi sendiri (secarafisik dan psikologis) lepas dari orang tua, dan mulai menguasai skill hidup harian sederhana, seperti makan dan berpakaian, kencing dan kesehatan personal, tidur jauh dari ibu, dan bermain tanpa diawasi orang dewasa.
2.            Self-concept kategori dan self-reflection awal, atau kapasitas self-recognition, kesadaran self sebagai sumber aksi, ide, kata dan perasaan, dan menciptakan self-evaluation reflektif.
3.            Kontrol impuls, atau regulasi emosi, atau kemunculan kapasitas yang berhubungan dengan regulasi afektif dan perilaku dan kepatuhan ke harapan orang tua, termasuk kemampuan menunggu, self-comfort, menolak godaan, menunda gratifikasi, dan mengikuti aturan dan arahan bahkan ketika tidak diawasi secara cepat.
4.            Empati, moralitas, dan standar, atau kemunculan kemampuan yang berhubungan dengan sikap prososial dan mempertimbangkan perspektif dan kebutuhan orang lain, mempelajari aturan dan standar, dan merasakan cemas atau stress ketika standar dilanggar.
5.            Identitas gender dan identifikasi peran-gender, atau kemunculan kapasitas dalam melabeli dan mengidentifikasi gender dari self dan orang lain, mengetahui beberapa perilaku dan atribut dari pria dan wanita di berbagai umur, memahami stabilitas gender di wacana hidup, dan meniru dan berafiliasi dengan orang lain dari gender tertentu.
6.            Menjadi terkoneksi dengan orang lain dan menjadi anggota masyarakat, atau menciptakan hubungan erat dan berada di tempat lain sebagai anggota dari keluarga besar atau kelompok persaudaraan, termasuk berfungsi di dalam saudara atau rekan, dan belajar melakukan interaksi sosial yang tepat diberbagai domain, seperti mengajar dan belajar, dominansi dan tanggungjawab, pengasuhan dan dependensi, permainan dan kemampuan bersosial.
Teori Psikoanalitik Dan Neopsikoanalitik
Penjelasan psikoanalitik klasik tentang periode childhood tepat sesudah bayi sering difokuskan pada kontrol agresi dan fungsi badan. Sigmund Freud menggambarkan young children sebagai makhluk tegas dan berkemauan yang berusaha mencari independensi dan gratifikasi seksual, yang nantinya membawa dirinya ke konflik dengan sosialnya, yaitu terhadap orang tua yang mengendalikannya. Dalam edisi pertama dari Three Essays on the Theory of Sexuality, Freud (1901-1905; dikoleksi 1953) mendefinisikan latensi sebagai semua umur childhood naik sampai pubertas, dan mengklaim bahwa ada dua interupsi latensi sebelum pubertas, yaitu oralitas infantil dan genitalitas pra-sekolah (Mueller dan Cohen, 1986). Dalam tulisan selanjutnya, meski begitu, Freud (1920, 1949) mengatakan bahwa impuls seksual bisa naik di semua tahun awal, yang diekspresikan dalam tiga gelombang overlap, seperti fase oral di tahun pertama; fase sadistik-anal yang memuncak di tahun kedua atau ketiga, yang mana kepuasan dicari dalam agresi dan ekskresi; dan fase phallik di tahun keempat dan kelima. Freud (1920) mendiskusikan bagaimana, selama fase sadistik-anal, dunia luar dilihat pertama kali oleh anak sebagai kekuatan buruk yang mengurangi hasrat kesenangannya. Pertarungan dengan orang tua dalam waktu dan cara mengekspresikan agresi dan memberikan ekskresi adalah panduan pertama anak ke konflik internal dan eksternal (Freud, 1920). Karena itu, warisan penting dari teori Freud adalah sentralitas isu konflik dalam pemahaman kita tentang pengalaman toddler. Erikson (1950), setuju dengan pendapat Freud bahwa perubahan hasrat agresif dan seksual bisa membentuk inti kepribadian, tapi dia menyatakan tahap psikoseksual sebagai psikososial dan melihat zona badan sebagai modalitas bagi hubungan orang tua-anak di konteks budaya.
Erikson menemukan isu konflik ketika mengatakan bahwa ajaran menahan dan membuang isi perut bisa menghasilkan potensi ke modalitas anak dalam menciptakan tensi internal dan eksternal. Dalam mengemukakan delapan tahap psikososial dari manusia, dia memahami ini lewat metafora otonomi versus malu dan ragu , dan menganggap ini sebagai isu dasar dari tahun kedua dan tahun ketiga. Orang tua, menurut Erikson, mendukung anak mereka melewati krisis ini dengan membiarkan toddlernya memilih cara yang tidak merugikan dirinya atau orang lain, dengan membantu  mereka bermain dan menilai dirinya secara aman dan independen, dan mereward dan merayakan pencapaiannya
Periode toddler berisi tiga tahap yaitu practising (dorongan ke keterpisahan yang didasarkan pada temuan cara jalan), rapprochement (sebuah keterlibatan dengan ibu), dan individuasi (keterpisahan dari ibu yang diikuti dengan power personal dan dependensi).
Teori Kognitif
Teori kognitif-struktural dari Piaget (1952) tentang pertumbuhan intelejensi selama childhood memberikan pengaruh besar kedua yang membentuk pemahaman tugas perkembangan toddlerhood. Menurut teori ini, tahap sensorimotor dari bayi bisa berkembang di umur 18 sampai 24 bulan, dengan pencapaian pikiran representasi, atau simbolisasi, yang menjadi sebuah kejadian di tahapan pra-operasi panjang yang tidak berhenti sampai ada pencapaian intelejensi operasional konkrit. Contoh, anak lebih dari 18 bulan yakin bahwa orang lain dan sesuatu adalah permanen dan menghitung perubahan obyek yang hilang. Perilaku ini memunculkan kemungkinan permainan orang tua-bayi, dan dengan cepat menjadi fokus permainan tiruan, sembunyi, dan pura-pura, yang menjadi bagian dari “nursery game” yang telah dilakukan sejak dulu.
Periode toddler menurut teori Piaget bukan dikatakan sebagai fase terpisah. Tapi, toddler lebih muda (di bawah 18 bulan) diharap menjadi bayi sensorimotor, dan toddler yang lebih tua (18 sampai 36 bulan) diharap bisa menjadi anak pra-sekolah simbolik. Revolusi kognitivist, yang terjadi di United States, sepertinya memunculkan kesan urgen bahwa orang tua harus membantu dan mendukung perkembangan kompetensi representasi older toddler – baik bahasa dan permainan simbolik. Orang tua harus memberikan lingkungan kaya kognitif dan stimulan (yang meminta anak bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri; Duckworth, 1972);
Kognitivist kontemporer (Case, 1992, 1998; Fischer, 1980; Fischer dan Bidell, 1998) sepakat dengan deskripsi Piaget (1952) tentang perkembangan awal anak, dan juga mendukung hipotesis bahwa orang tua membantu anak untuk membangun kompetensi konseptual dan representasionalnya. Orang tua dan anak dianggap sebagai partner aktif dalam proses mempelajari dan mengakuisis pengetahuan anak, lewat eksplorasi sensorik dan motorik.
Teori Kelekatan (Attachment Theory)
Teori attachment, pertama kali diusulkan oleh (Bowlby, 1969), terbukti koreksi berguna untuk melihat Behavioristik yang berlaku bahwa orientasi anak terhadap caregives didasarkan pada "motif ketergantungan" dikondisikan melalui kepuasan kebutuhan anak primer dan sekunder (Gewirtz, 1972).
Teori attachment menjelaskan tentang bagaimana cara orang tua mendidik dan mengawasi anak dalam kehidupan sehari-harinya. Sesuai dengan perkembangan anak, teori ini juga memaparkan tahapan perkembangan progresif masuk anak ke pelebaran jaringan sosial.
Mereka mungkin menikmati berinteraksi dengan orang lain ialah point dari attachment, tetapi mereka tidak memerlukan teman bermain tersebut untuk pembangunan yang optimal. Selama masa balita, sebaliknya ketika anak-anak telah menyelesaikan pekerjaan pembangunan yang terlibat dalam membangun resiprositas dewasa ibu-bayi dan kemitraan (Sander, 1962) atas dasar irama bersama, intentios, dan memori (Kaye, 1982), mereka sekarang mulai untuk menampilkan selera untuk menjalin hubungan yang kuat dan tahan lama attchments dan persahabatan dengan orang lain, juga.
Ibu dan anggota keluarga lainnya memainkan peran kunci dalam mediasi balita masuk 'ke dalam hubungan sosial yang lebih luas dan mempengaruhi respon afektif, gaya komunikatif, dan repertories sosial yang anak mereka bawa untuk membentuk hubungan yang berarti dan berkelanjutan dan asosiasi (Barnard dan Solchany, di Vol .3 Buku Pegangan ini; Ladd, Profilet, dan Hat, 1992).
Identitas Gender dan Iidentifikasi Peran Gender
Pada tahun ke 2 dan tahun ke 3 anak – anak akan mengalami sesuatu yang penting :
Y      Pembentukan identitas gender : pengetahuan bahwa 1 dan semua akan menjadi laki – laki atau wanita.
Y      Identifikasi acuan gendernya : konsistensi dari acuan gendernya dan pilihan.
Pada tahun ini orang tua biasanya berpikir anaknya akan menjadi maskulin ataukah feminin, bahasa bayi akan mengembangkan kecepatan dalam segala hal, orang tua mengoreksi apa yang dipakai anaknya terkait gender.
Sebenarnya pada usia toodler ini anak sudah memiliki skema gender pada dirinya tetapi masih kurang terstruktur dan masih terbatas pengetahuan akan konsep laki-laki dan perempuan itu seperti apa. Maka dari itu untuk anak laki-laki yang berusia 3 tahun dan untuk anak berusia 2 tahun mulai bermain dengan teman sesama gendernya dan hal ini dipengaruhi oleh proses kognitif daripada sosial.
Area konten perkembangan toddler yang paling banyak dipelajari ilmuwan adalah kepatuhan/ketidakpatuhan, perkembangan moral, identitas gender, perkembangan bahasa, dan perkembangan kognitif. Yang menonjol dari ini adalah detail deskriptif dari perkembangan ,yaitu perkembangan toddler secara tipikal dan non-tipikal.
Semua saran pakar pada orang tua adalah jenis lain dari sintesis yang dipelajari di beberapa dekade lampau yang berteori dan meneliti perkembangan toddler. Selain itu, literatur advisory juga memadukan apa yang diyakini profesional sebagai cara asuh terbaik dari orang tua dan apa yang menjadi masalah pengasuhan anak, sekaligus memberikan titik tolak untuk kehidupan kontemporer dan bermasyarakat.