“Year End Sale”: Perilaku Konsumtif Remaja ?
Sekian jam lagi, perayaan Tahun Baru 2012 akan dimulai.. :D
Apa yang akan kalian lakukan untuk merayakannya nanti? Kumpul-kumpul
dengan keluarga di rumah? Rekreasi ke pantai, ? mengadakan pesta kebun bersama keluarga
dan teman terdekat? atau ,, mungkin shopping
bareng temen-temen?
Ya,, disamping merayakannya dengan penuh kegembiraan misalnya
meniup terompet atau jalan-jalan ke berbagai tempat, salah satu kegiatan yang
tak ketinggalan adalah berbelanja. Menjelang perayaan, pusat-pusat perbelanjaan
atau toko-toko swalayan di kota-kota selalu ramai pengunjung. Namun, mengapa
ada fenomena bahwa yang umumnya suka berbelanja itu justru para remaja?
Dan benarkah belanja punya arti tersendiri bagi remaja?
Apakah kegemaran berbelanja itu juga berarti perilaku konsumtif?
Windowshopping, cuci mata,
nongkrong di mall ataupun di cafe sudah menjadi rutinitas bagi sebagian besar
remaja di perkotaan. Mereka biasanya melakukan rutinitas tersebut bersama peer group mereka. Mereka dapat saling
bertukar pendapat tentang perkembangan fashion
maupun barang-barang yang lagi in
saat itu.
Konsumtif merupakan kata sifat yang memiliki kata dasar “consume” (Inggris), konsumsi (Indonesia).
Dengan demikian kata “konsumtif” berarti sifat untuk mengkonsumsi, memakai, dan
menggunakan sesuatu secara berlebihan. “Konsumtif” dapat digunakan untuk
penggunaan uang, barang, waktu, atau energi. Lebih luas lagi, konsumtif
merupakan perilaku mengkonsumsi secara berlebihan dan sebenarnya kurang
diperlukan atau mendahulukan keinginan daripada kebutuhan serta menghilangkan
skala prioritas. Orang yang konsumtif tidak lagi mempertimbangkan nilai fungsi
atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestisenya.
Perilaku konsumtif tidak terbatas pada golongan tertentu saja.
Konsumtif dapat terjadi pada siapa saja, entah itu laki- laki, perempuan, kaya,
miskin, tua maupun muda. Namun pola hidup konsumtif ini cenderung melekat pada
diri remaja saat ini. Mulai dari makanan, minuman, pakaian, kosmetik,
transportasi, ssampai alat komunikasi. Makanan tidak lagi diukur dari gizi dan
manfaatnya, tapi dari gengsi. Pakaian bukan lagi diukur dari segi fungsinya,
tapi dari merek dan mode yang lagi ngetren. Handphone
tidak hanya cukup dengan fiture SMS atau telepon saja, tapi harus mengikuti
perkembangan tipe HP terbaru dengan fiture yang semakin variatif. Gaya hidup seperti inilah
(serba mewah dan konsumtif) yang sedang merambah dunia remaja saat ini.
Masa remaja adalah masa perubahan perkembangan antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa, dimana ia sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat,
baik secara fisik, psikologis dan sosial.
Remaja merupakan pasar yang potensial bagi banyak produsen dan pihak
periklanan. Karena mereka paham akan sifat-sifat remaja yang kebanyakan cenderung
bergantung pada emosi dan kurang stabil sehingga mudah terbujuk rayuan iklan,
suka ikut-ikutan teman, kurang realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen
untuk memasuki pasar remaja. Selain itu, usia remaja adalah masa dimana para
remaja mencari identitas diri mereka. Dan para produsen serta periklanan siap
membentuk atau melengkapi identitas remaja tersebut dengan produk mereka.
Misalnya ketika remaja mencari identitas kecantikan, produsen siap dengan pesan
mereka bahwa ‘perempuan cantik itu identik dengan kulit putih, langsing dan berambut
lurus panjang’, sehingga banyak remaja wanita yang berlomba-lomba untuk membeli
produk yang dapat memutihkan kulit, melangsingkan, pelurus rambut ataupun
melakukan hair extension yang tidak
bisa terbilang murah harganya.
Menurut Swastha (1998, h.68), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumtif adalah faktor rasional dan faktor emosional. Remaja yang berperilaku
konsumtif mengutamakan faktor emosionalnya saja, misalnya dengan hanya
memperhitungkan gengsi dan prestise. Dan produsen tahu bagaimana memikat pasar,
termasuk remaja, untuk membeli produk mereka dengan iming-iming iklan atau
diskon, mereka mampu membuat para remaja ini melupakan motivasi fungsional dan
cenderung kepada gengsi dan self-esteem
mereka.
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat
usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin
diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari
lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain
yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut
yang sedang in. Padahal mode itu
sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang
dimilikinya. Akhirnya, muncullah perilaku yang konsumtif tersebut.
Menurut James Marcia, remaja mengalami masa Krisis dan Komitmen. Krisis, suatu masa perkembangan identitas dimana
remaja memilah-milah alternatif-alternatif yang berarti dan tersedia. Sedangkan
komitmen adalah suatu bagian dari perkembangan identitas dimana remaja
menunjukkan adanya suatu ivestasi pribadi pada apa yang akan mereka lakukan.
Seorang remaja yamg konsumtif menunjukkan bahwa sebenarnya ia belum mempunyai
skala prioritas karena ia belum mengerti cara mengatur mana yang harus
didahulukan dan mana yang masih dapat ditunda.
Selain itu hal yang menjadi pendorong atau penyebab munculnya pola
konsumtif remaja yaitu pergaulan (peer
group). Sadar atau tidak, berada di lingkungan konsumtif bisa membuat kita
juga ikut konsumtif. Obrolan-obrolan orang di sekitar kita, tas, sepatu baru
yang dikenakan orang di sekitar kita dapat membuat kita tidak tahan untuk tidak
segera belanja. Remaja adalah masa
dimana keadaan emosi anak tidak sedang stabil, mereka masih mencari identitas
diri mereka, karena itu mereka cenderung terburu-buru dalam mengambil keputusan
dan juga mudah terpengaruh dan termakan tawaran pihak periklanan.
Cara mendidik orang tua sejak
kecil juga dapat menjadi penyebab pola hidup konsumtif remaja. Jika seorang anak sejak kecil sudah
dibiasakan diturutin setiap kemauannya maka ketika remaja ia bisa tumbuh
menjadi remaja yang egois dan mengikuti setiap nafsu dan keinginannya.
Lalu faktor finansial atau keuangan, seorang anak yang dibiasakan
memegang atau memperoleh uang secara berlebih dan mudah akan lebih besar
kemungkinannya untuk menjadi konsumtif ketimbang mereka yang merasakan susahnya
memperoleh uang, meskipun saat ini tidak sedikit orang dengan kemampuan
keuangan yang pas-pasan tapi bergaya hidup konsumtif. Dan hal ini jelas berbahaya
sekali, karena tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan jika berpola hidup
konsumtif sedangkan uang mereka sebenarnya pas-pasan. Jika remaja sudah
terlanjur terbiasa konsumtif dan kecanduan belanja, bisa saja mereka berbuat
yang tidak-tidak, mencuri misalnya, untuk melanjutkan kesenangan dan menjaga
gengsi mereka.
Gaya
hidup konsumtif sebenarnya sangat merugikan diri sendiri. Mungkin ketika
berbelanja kita merasa enjoy, tapi
ketika dipikir-pikir ulang kita akan menyesal karena sudah membelanjakan uang
kita untuk barang yang tergolong kurang bermanfaat dan mahal. Padahal uang
tersebut masih bisa digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Karena itu, untuk menghindari gaya hidup konsumtif yang
jelas-jelas merugikan diri sendiri ini, yang harus kita lakukan adalah lebih
bersikap bijaksana dalam menggunakan uang maupun waktu kita. Mungkin kita bisa
memulai dengan membuat skala prioritas kebutuhan, dengan menyusun daftar
kebutuhan dari yang paling mendesak sampai yang masih bisa ditunda dan
disesuaikan dengan pemasukan kita. Dan juga dengan menjauhi sifat gengsi pada
teman-teman dan lebih menghargai diri sendiri. Kita tidak harus menggunakan
barang yang mahal untuk dapat pengakuan dan penghargaan dari orang lain.
Daftar Pustaka
-
Materi kuliah Psikologi Remaja Dosen : Ari Pratiwi,
S.Psi M.Psi
-
Tambunan. Raymond, 2001. Remaja Dan Perilaku Konsumtif.
Jakarta :
Artikel